Search This Blog

Kamis, 11 Juni 2009

Syarat-Syarat Kemenangan (Mendapatkan Pertolongan Allah Swt)




-->

Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah." Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa, (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan (Q.S Al-Hajj [22]: 39-41)

Fatonah Sifat Dasar Para Nabi dan Rasul




-->

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S An-Nahl [16]: 125)

Ayat ini menjelaskan sifat fatonah dari para nabi dan Rasul. Terutama Rasulullah Saw yang merupakan Rahmatan lil ‘alamin. Maka dakwah ini harus disebarkan kepada seluruh manusia yang multi etnis dan mempunyai keragaman etnis, tingkahlaku dan budaya yang begitu luas. Sehingga dalam perkembangan dakwah kita dapat melihat dakwah ini mampu menyesuaikan dirinya dengan daerah yang didatanginya. Ada yang datang secara damai, tapi ada pula yang datang dengan semangat jihad dan pembebasan yang harus menggunakan pedang. Semuanya adalah cara yang baik.

Kamis, 04 Juni 2009

Sekali Lagi tingkatkan Komitmen Syar’I dalam Dakwah



-->

عن أبي هريرة عبدالرحمن بن صخر رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول ما نهيتكم عنه فاجتنبوه وما أمرتكم به فأتوا منه ما استطعتم , فإنما أهلك الذين من قبلكم كثرة مسائلم واختلافهم على أنبيائهم
Dari Abu Hurairah, 'Abdurrahman bin Shakhr radhiallahu 'anh, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah bersabda : "Apa saja yang aku larang kamu melaksanakannya, hendaklah kamu jauhi dan apa saja yang aku perintahkan kepadamu, maka lakukanlah menurut kemampuan kamu. Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kamu adalah karena banyak bertanya dan menyalahi nabi-nabi mereka (tidak mau taat dan patuh)"
[Bukhari no. 7288, Muslim no. 1337]

Sabar

Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung (Q.S Ali Imran [3]: 200)

Kalimat awal ya ayyuhal lazi Naamanu” adalah panggilan kesayangan kepada orang-orang yang beriman. Kata “Ishbir” menunjukkan kesabaran pada momen-momen tertentu. Sedangkan “Washbiru” menunjukkan kesabaran pada saat kita berada dalam kenikmatan dan kesenangan.

Kesabaran adalah karakter

Kesabaran akan menjadi karakter apabila dilandasi oleh cinta kepada Allah Swt. Kesabaran dalam konteks berjamaah adalah kesabaran produktif. Sehingga dengan kesabaran yang kita lakukan akan meningkatkan knierja kita secara pribadi dan jamai dalam berdakwah dan memberikan pelayanan bagi masyarakat.

Sabar menuntut kesiapsiagaan

Lalu kata “wa rabithu” menunjukkan kesiapsiagaan dalam segala kesempatan. Baik di kala senang ataupun susah. Siap siaga dalam kondisi apapun dari hal-hal yang bisa merusak iman dan aqidah kita baik pribadi maupun keluarga. Dalam konteks berjamaah bersiap-siaga dalam menjaga keutuhan jamaah.

Kerusakan keimanan karena sikap cuai saat sekarang ini banyak sekali terjadi. Maka dalam kesiapsiagaan ini kita mejaga agar setiap serangan itu tidak masuk dalam lingkaran kekuatan kita. Maka spesialisasi ilmu dan amanah itu sangat diperlukan dalam kehidupan berjamaah.

Sabar dalam kesiapsiagaan akan mendatangkan kemenangan (falah)

Kemenangan atau keberuntungan yang dalam ayat ini di wakili kata “falah” adalah kesuksesan di dunia dan akhirat. Sehingga Rasulullah pernah bersabda,

” sungguh beruntung seorang mukmin itu, dikala mendapat nikmat mereka bersyukur dan di kala mendapat musibah mereka sabar. Dan kedua hal itu baik bagi mereka.”

(Kamar Kostku, Kamis, 11 jumadil Tsani 1430 H/ 04 Juni 2009 M 11:40 WIB)

Rabu, 03 Juni 2009

Wara’



عن أبي عبدالله النعمان بن بشير رضي الله عنهما قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول " إن الحلال بين و الحرام بين , وبينهما مشتبهات قد لا يعلمهن كثير من الناس , فمن اتقى الشبهات فقد استبرأ لدينه وعرضه , ومن وقع في الشبهات فقد وقع في الحرام , كالراعي يرعى حول الحمى يوشك أن يرتع فيه , ألا وأن لكل ملك حمى , ألا وإن حمى الله محارمه , إلا وإن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله , وإذا فسدت فسد الجسد كله , ألا وهي القلب

Dari Abu 'Abdillah An-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhuma berkata,"Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya yang Halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan diantara keduanya ada perkara yang samar-samar, kebanyakan manusia tidak mengetahuinya, maka barangsiapa menjaga dirinya dari yang samar-samar itu, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya, dan barangsiapa terjerumus dalam wilayah samar-samar maka ia telah terjerumus kedalam wilayah yang haram, seperti penggembala yang menggembala di sekitar daerah terlarang maka hampir-hampir dia terjerumus kedalamnya. Ingatlah setiap raja memiliki larangan dan ingatlah bahwa larangan Alloh apa-apa yang diharamkan-Nya. Ingatlah bahwa dalam jasad ada sekerat daging jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya dan jika ia rusak maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati”.

[Bukhari no. 52, Muslim no. 1599]

Dalam syarah hadist ini dinyatakan bahwa Wara’ adalah ¼ dari agama. Karena Allah memberikan pengertian apa saja yang diharamkan dan makna halal. Hal ini adalah standar taqwa baik dalam nilai maupun amal.

Beberapa pendapat tentang Syubhat

1. Halal yang tercampur dengan sedikit haram

2. Jelas haramnya tercampur dengan yang halal

3. Sesuatu yang belum jelas hukumnya dalam teks Alqur’an, Hadist dan juga tidak ada Ijma’ para Ulama.

Namun, syubhat beda dengan keraguan yang dibisikkan oleh syetan. Karena keraguan akan ditanamkan syetan kepada oran yang tidak punya ilmu mengenai halal dan haram. Tingkat mampu membedakan semua inilah yang disebut sebagai wara’.

Sikap wara’ sangat diperlukan oleh seorang dai yang berinteraksi dengan masyarakat, baik dalam kpemilikan umum, level amanah eksekutif dan legislative. Sehingga dai tidak hanya akan terhindar dari jeratan korupsi, juga harus terhindar dari jeratan haram dan syubhat.

Sikap wara’ ini berasal dari hati.

kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih (Q.S Asy-Syu'araa' [26]: 89)

hatilah yang akan memberitahukan kita bahwa kita sudah berbuat dosa,maksiat, memakan yang haram atau syubhat.

5 cara menjaga hati :

1. Tilawah dan tadabbur Al-Qur’an

2. Puasa (mengosongkan perut)

3. Berkumpul dengan orang-orang shalih

4. Sholat malam

5. Bermunajat di penghujung malam

(kamar Kostku, Rabu, 10 Jumadil Tsani 1430 H/ 03 Juni 2009 M 22:07 WIB)

Qona’ah

Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka. Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar (Q.S An-Nisa’ [4]: 145-146)

Mereka menjawab: "(Itu) adalah mimpi-mimpi yang kosong dan kami sekali-kali tidak tahu menta'birkan mimpi itu." (Q.S Yusuf [12]: 44)

Belajar dari Nabi Yusuf

Nabi Yusuf As sebenarnya dengan menakwilkan mimpi sang raja mengajarkan kepada kita fungsi perencanaan dalam suatu komunitas. Perencanaan yang baik inilah yang nantinya akan membawa kita pada sifat qonaah, menerima ketetapan Allah Swt. Perencanaan bukan hanya dalam komunitas, tetapi juga ada dalam level pribadi setiap individu. Perencanaan pribadi itu adalah sunnah dan disyariatkan.

Allah juga melakukan perencanaan dengan pentahapan pencitaan alam semesta, pentahapan penciptaan makhluk. Padahal Allah berkuasa untuk tidak melakukan pentahapan. Sebenarnya ini menunjukkan kepada kita bahwa perencanaan itu penting.

Bahkan musuh manusia yang paling besar, Iblis, juga menyampaikan perencanaan makarnya kepada Allah Swt dan meminta waktu sampai hari kiamat untuk melaksanakan proyek perencanaannya tersebut.

Semangat Ilmu

Dalam bersikap qonaah ini perlu ilmu. Denganilmu itulah perencanaan akan terwujud dengan baik. Dengan bekal ilmu itulah maka nabi Yusuf memberanikan diri menawarkan tugas sebagai bendahara setelah ditawarkan oleh sang Raja bahwa ia akan menjadi orang kepercayaannya. Sehingga dapat kita ambil pelajaran bahwa semangat kita bekerja akan sebanding dengan ilmu yang kita punyai mengenai pekerjaan tersebut.

Sehingga benarlah perkataan Imam Hasan Al Banna,” batas semangat pada ilmu adalah pada sosok yang ahli dengan ilmunya.” Maksudnya kita betul-betul mengetahui apa yang kita kerjakan. Sehingga kalau hasilnya kurang memuaskan kita dapat memahami bahwa itulah hasil dari ilmu yang kita miliki. Dan semgat inilah yang disebut qona’ah.

Kehidupan berjamaah ini berat. Maka kita harus memperbanyak sabar dan menerima segala sesuatu apa adanya. Karena kehidupan berjamaah itu adalah nikmat. Dan itu adalah nikmat yang besar. Nikmat ini tidak akan dapat dimengerti dan dinikmati oleh orang yang tidak berjamaah.

Oleh karena itu, perbanyaklah sikap qona’ah. Tentu dengan membuat perencanaan terlebih dahulu. Dan perencanaan itu memerlukan ilmu yang sesuai dengan pekerjaan yang akan kita lakukan.

(kamar kostku, Rabu, 10 Jumadil Tsani 1430 H/ 03 Juni 2009 M 22:05 WIB)