Search This Blog

Minggu, 10 Agustus 2008

Tsiqoh

Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: "Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul." Musa menjawab: "Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku."( Asy Syu'araa' (26): 61-62)

Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (At Taubah (9): 40)

Ust. Abdul Halim Mahmud mendefinisikan Tsiqoh sebagai kondisi hati yang tenang tanpa keraguan baik dalam konteks pribadi maupun berjama’ah. Ketenangan inilah yang membuat Sayyid Quthb mantap menuju tiang gantungan, kisah bilal yang begitu sabar dan ketenangan dan keteguhan Hamas menghadapi tekanan Israel dan Dunia Internasional.

Urgensi Tsiqoh:

1. Secara pribadi menguatkan eksistensi dan penguatan diri

2. Secara jama’ah membentuk kekuatan jama’ah mejadi besar

3. Secara sosial merupakan tuntutan syar’I untuk membentuk ukhuwah Islamiyah dan wihdatul ummah.

Kisah Khalid bin Walid ketika disampaikan oleh Abu Ubaidah tentang pemecatannya oleh Umar bin Khattab ia tetap berjihad dengan penuh semangat. Dan menyatakan,”saya akan tetap tsiqoh dengan Umar.” Dalam konteks tsiqoh terhadap kekuatan pribadidalam memenangkan dakwah kita dapat bercermin dari kisah Askhabul Ukhdud. Seorang anak muda yang memiliki kemampuan komunikasi yang luar biasa bisa memenangkan dakwah. Walaupun ia dan para objek dakwahnya semuanya syahid, namun mereka mendapatkan kemenangan yaitu keridhaan dari Allah Swt.

Bentuk-bentuk Tsiqoh:

1. Kepada Allah

a. Allah Swt selalu bersama kita

b. Yakin Kemenangan pada orang-orang Mukmin (Q.S An Nur: 55)

2. Kepada diri Sendiri

3. Kepada Manhaj

a. Sumber Manhaj (Q.S Al Hajj: 62) bisa juga kisah Umar bin Khattab ketika mencium Hajar Aswad dengan mengatakan,” Aku tahu engkau hanyalah sebuah batu, tetapi aku melihat Rasulullah menciummu, karena itulah aku juga menciummu.”

b. Proses penurunan manhaj

c. Substansi manhaj yang bersifat umum

d. Subtansi manhaj yang bersifat rinci

4. Kepada Pemimpin

5. Kepada Jundiah

6. Kepada sesama Mukmin

(Bangkinang, 09 Agustus 2008, Sabtu, 11:29 WIB)

Merawat Militansi

Militansi adalah komitmen, hamasah dan tadhiyah di dalam dakwah. Allah Swt berfirman :

“Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikutimu. Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti” (Q.S Al-Anfal (8): 64-65)

“Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata: "Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya; bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka dia adalah pengikutku." Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata: "Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya." Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata: "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar. Tatkala Jalut dan tentaranya telah nampak oleh mereka, merekapun (Thalut dan tentaranya) berdoa: "Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir." " (Q.S Al-Baqarah (2): 249-250)

Syarat-syarat mendapatkan militansi:

v Memahami kebenaran hanya milik Allah Swt

v Kesabaran

Kekuatan pemenangan di dalam dakwah bukan hanya kualitas dan kuantitas kekuatan secara keduniaan (peralatan, kader, strategi dan lain sebagainya) tetapi lebih bertumpu pada “Biiznillah” inilah yang disebut dengan Nasrumminallah (Pertolongan dari Allah Swt.

Ketegaran dan militansi dalam dakwah seimbang dengan tingkat pemahaman dan kesabaran. Kesabaran ini lebih berfungsi untuk meningkatkan kekuatan ketika menghadapi beban-beban dakwah.

Cara merawat militansi:

v Meningkatkan ilmu dan pemahaman (bisa kita saksikan pada para kisah sahabat dan salafussalih bagaimana tekad mereka untuk meningkatkan pemahaman keagamaannya)

v Meningkatkan keimanan

v Menghindari maksiat dan dosa besar (Allah akan menunda kemenangan walaupun usaha kita sudah maksimal, karena ada sebagian dari aktivis dakwah yang bermaksiat)

Peran kita sebagai aktivis dakwah, apalagi dalam posisi sebagai qiyadah dan Murabbi harus mampu mengobarkan semangat para junud dan Mutarabbi kita sehingga walaupun mereka merasa berat untuk melaksanakan beban dakwah, dengan motivasi dari kita mereka akan bersemangat dalam melaksanakan amanah tersebut. Karena saat kita berada sekarang ini adalah masa transisi yang kadangkala kita harus bekerja over cavacity.

Kisah perang Badar dapat kita ambil sebagai pelajaran semula ada keberatan, namun Rasulullah berhasil meningkatkan semangat para sahabat untuk beperang dan biiznillah Allah Swt memberikan kemenangan.

Benarlah apa yang dikatakan oleh Imam Syahid Hasan Al Banna:” Kewajiban kita lebih banyak dari waktu yang tersedia.”

(Bangkinang, 09 Agustus 2008, Sabtu, 10:03 WIB)