Search This Blog

Selasa, 07 Februari 2012

Peran Organisasi Dakwah[1]




(Hal-8) Dalam pelaksanaan tugas-tugas untuk memenuhi tuntunan konsepsional, struktural, dan operasional, peran organisasi dakwah adalah:

Pertama, dauru tabligh (peran menyampaikan), yang sudah barang tentu peran tablighin bukan hanya meningkatkan kualitas dan kuantitas informasi keislaman kepada umat sehingga  wawasan informasi semakin luas, tetapi juga harus menembus kantong-kantong daerah minoritas yang memeluk agama lain atau daerah-daerah yang terbelakang. Kita juga harus berperan meningkatkan kesadaran umat akan tanggungjawabnya sebagai muslim secara individu atau sebagai umat.


Kedua, dauru tau’iyah (peran menyadarkan). Yakni mengembangkan wa’yul Islami dilingkungan umat Islam sendiri. Karena betapa pun penduduk muslim di Indonesia ini merupakan mayoritas. Tapi kalau kesadarannya rendah sudah tentu tidak akan mampu mengekspresikan dirinya sebagai muslim, mengaktualisasikan keislamannya. Oleh karena itu peran peningkatan kesadaran umat ini, peran tau’iyah ini merupakan tugas ke dua yang harus kita tingkatkan. Semakin meningkat aktivitas tau’iyah kita di tengah-tengah umat, insya Allah semakin meningkat pula kesadaran umat. Peningkatan tau’iyah berefek langsung pada peningkatan kontribusi umat, semakin mereka sadar, semakin tinggi konstribusinya terhadap perjuangan umat, terhadap gerakan dakwah bahkan terhadap pembangunan bangsa dan Negara.
Ketiga, dauru taujih (peran pengarahan). Potensi umat Islam yang sudah sadarpun kadang-kadang dalam penyaluran potensinya, dalam penyaluran kafaah walhibrah-nya, tidak terorientasi secara baik, terjadi tidak jelas arah orientasinya, tidak jelas sumbangsihnya, tidak jelas arah kontribusinya. Padahal potensi yang sedikit in harus seefisien mungkin, harus seefektif mungkin di gunakan untuk mencapai kinerja yang mempunyai produktivitas yang tinggi dan itu tidak mungkin, kalau keadaan penyaluran potensi umat secara acak, terjadi di sorientasi penyaluran potensi umat. Oleh karena itu al-qur’an sendiri memberikan tsawabit kepada kita agar umat ini menghasilkan produktivitas tinggi dalam kebajikan. Perlu ada orientasi yang jelas, wa likuli wijhatun huwa muwalliha, fastabiqul khairat.
Setelah umat mempunyai wijhah muwalliha (orientasi yang dituju) dalam pengerahan potensinya, Insya allah umat ini bisa di kerahkan, bisa dikonsolidasikan , bisa di koordinasikan dan bisa dimobilisasikan untuk mencapai al-khairat, “fastabiqul khairat”, berlomba-lomba untuk mencapai kebajikan-kebaikan. Kebajikan itu bisa dinikmati oleh umat islam sendiri dan itu disalurkan kepada umat manusia dalam rangka misi rahmatan lil alamin.
Keadaan disorientasi penyaluran potensi umat sampai sekarang masih terjadi. Betapa kita lihat potensi umat islam sampai sekarang masih terakumulatif berhimpun di lembaga-lembaga yang justru tidak memperjuangkan Islam, yang bahkan mungkin program-programnya menghambat pertumbuhan dakwah islam, atau bahkan tujuannya shoddun an’sabilillah. Di Indonesia ini seluruh lembaga- (Hal-9) lembaga itu umumnya menggunakan kekuatan atau potensi umat islam, akibat disorientasi umat.
Peran taujih mengarahkan orientasi umat ini salah satunya umat bertujuan agar potensi kita, potensi umat ini jangan mubazir akibat overlapping, keroyokan menangani bidang aktivitas tertentu yang mungkin dianggap basah, sementara aktivitas-aktivitas yang dianggap kering ditinggalkan. Aku aktivitas yang paling aman, sementara berisiko ditinggalkan. Maka peran taujih ini adalah salah satu tugas utama dari dakwah kita.
Keempat, daurul irsyad (peran membimbing). Karena dalam penjalanan umat menyalurkan potensinya, banyak jebakan-jebakan, banyak hambatan-hambatan, banyak mun’aqafat ala thariqi dakwah, tikungan-tikungan yang bisa saja mengecoh yang disebutkan oleh rasullah SAW ketika menggambarkan shiratal mustaqim yang lurus. Di kiri kanan shiratal mustaqim itu ada subul yang bisa menjebak umat terpeleset, terperosok, dan menyimpang dari jalan yang lurus. Oleh karena itu peran para aktivis dakwah harus juga memerankan daurul irsyad untuk membimbing umat supaya jangan terjebak oleh tipuan-tipuan, oleh iming-iming, oleh tawaran-tawaran yang kadang demikian menggiurkan.
Dan berkatalah orang-orang kafir kepada orang-orang yang beriman : ”Ikutilah jalan kami, dan nanti kami akan memikul dosa-dosamu”, dan mereka (sendiri) sedikitpun tidak (sanggup), memikul dosa-dosa mereka. Sesungguhnya mereka adalah benar-benar orang pendusta.
Oleh karena itu daurul irsyad  yang membimbing umat secara tekun sepanjang perjalanan hidupnya adalah sangat penting, sangat urgent dilakukan oleh dakwah. Jangan sampai dakwah kita berslogan qul kalimataka wamsi (sampaikan saja pesan-pesanmu lalu tinggalkan pergi) berdalih faman sya a’ fal yu’min waman sya- fal yakfur (siapa yang hendak berimanlah dam siapa hendak kufur-kufurlah). Dakwah yang semacam itu bukan dakwah yangbertanggungjawab.
Sebagai muhami, sebagai pengacaranya umat yang melakukannya advokasi terhadap umat,pertama-tama sudah barang tentu advokasi terhadap nilai-nilai ajarannya dulu. Advokasi terhadap nilai-nilai ajaran Islam tahrif yang menimbulkan iktiraf, penyimpangan. Tahrif dalam ajaran islam menimbulkan inhiraf min matil islamiyah.
Begitu juga kita melakukan himayah terhadap umat ini dari usaha-usaha tajziyah, sektoralisasi, persialisasi dari ajaran Islam. Tajziyah ini berefek tafriqah dikalangan umat Islam, menimbulkan semangat kullu hizbin bimaa laidihim farihuun (tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka masing-masing), lembaga-lembaga, jamaah-jamaah, jam’iyah-jam’iyah, ikatan-ikatan dan himpunan-himpunan bukan menjadi lembaga manajemen administratif penataan potensi umat, tapi sudah menjadi ashabiyah.
Begitu juga kita melakukan himayah, melakukan advokasi terhadap ajaran Islam dari sisi tasywih (pengaburan). Tasywih ini memberikan label-label yang buruk, dimana doktrin-doktrin, ajaran Islam dianggap sumber malapetaka didunia ini.
Umat Islam akibat kampanye tasywih dimana-mana kehidupan defensif, saya tidak melakukan itu, saya tidak melakukan ini bahkan saya tidak pergi kesitu dan daya tidak pergi kesana, cenderung defensif. Padaha dakwah harus ofensif dan ofensif selalu. Akibat tasywih daya ofensif menjadi tumpul dan mandul.
Padahal kalau kita lihat ayat-ayat qur’an yang mendorong penyaluran potensi umat islam ini rata-rata perintah bersifat ofensif. Ayat-ayat yang menyebutkan fantasyiru fil ardh adalah ayat ofensif, wa saari-uu ilaa maghfiratin mirabbikum adalah ayat ofensif. Fastabiqul khairat adalah ayat ofensif. Wajahiduu biamwalihim adalah bagian dan ayat ofensif. Perinth-perintah adalah ofensif. Ud’u ila sabili rabikka bil himati wal mau’idzatil hasanah juga bagian dan ayat-ayat ofensif. Jika umat ini dibebani oleh tasywih, maka sifat ofensif ini menjadi tumpul dan mandul. Karena sibuk menolak ini dan itu, menolak keterlibatan disana dan disitu, dan seterusnya.           
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                           


[1] Majalah Al-Intima’ No.024, safar 1433H/ Januari 2012.

Tidak ada komentar: